Sekitar dua ribu tahun sebelum masehi, di negeri China, hiduplah seorang tukang cukur kaki lima. Ia sangat terampil, efisien, dan juga cukup terkenal. Dia selalu siap untuk menolong siapa saja. Tetapi karena pekerjaannya, semua penduduk kota itu memandangnya dengan sikap merendahkannya.
Pada suatu ketika, datanglah dua orang pengawal kerajaan ke rumah tukang cukur Sanwe. Mereka disuruh Kaisar supaya Sanwe mau memotong dan mencukur rambut Kaisar.
Mendengar permintaan tersebut bukannya senang hati Sanwe, tetapi justru diliputi rasa cemas dan ketakutan yang amat besar. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan enak untuk dilakukan karena kepala Kaisar penuh dengan penyakit koreng. Sudah puluhan tabib dari seluruh penjuru
angin didatangkan, tetapi belum satu pun yang dapat menyembuhkan penyakit koreng itu. Sudah banyak tukang cukur yang dipancung. Sebab memang demikian peraturannya, bahwa setiap tukang cukur yang menyentuh koreng di kepala Kaisar, baik sengaja atau tidak, sehingga sang Kaisar
kesakitan, tukang cukur tersebut harus dipancung tanpa harus diadili sebelumnya.
Begitu penduduk kota tahu bahwa tukang cukur Sanwe dipanggil ke kerajaan untuk mencukur Kaisar, semuanya lantas berbisik. "Sampailah ajal Sanwe!" Bahkan ada juga beberapa di antaranya yang datang menyalami tukang cukur Sanwe sebagai tanda turut berbela sungkawa.
Malam itu tukang cukur Sanwe tidak bisa memejamkan matanya, karena selalu memikirkan nasib buruknya. Ia mengasah gunting sampai tajam betul. Kemudian ia berlutut dan berdoa. "Wahai, para dewa yang ada di langit sana! Tolonglah hambamu yang hina ini. Besok pagi hamba harus ke kerajaan dan mencukur Sang Kaisar. Haruskah hamba sendiri?" katanya seraya menangis terisak-isak.
Pada saat itu juga, rupanya Liu Syang Si, satu di antara dewa-dewa, sedang mengembara di langit di atas kota Sanwe yang gelap gulita. Ia mendengar doa tukang cukur Sanwe, dan langsung mendarat di bumi. Ia masuk ke dalam alam mimpi Sanwe.
"Jangan khawatir, Sanwe", demikian kata Liu Syang Si kepada Sanwe.
"Besok ketika kamu tiba di istana dan saat kamu akan memasuki gerbang kerajaan, kau akan berjumpa dengan seseorang yang sangat mirip dengan wajahmu. Begitu melihat orang tersebut, segeralah pulang kembali ke rumahmu."
Pagi-pagi sekali, Sanwe sudah sarapan dengan rasa cemas yang selalu menghantuinya. Ia tak percaya betul akan perkataan Liu Syang Si di dalam alam mimpinya semalam. Kemudian, ia segera mengemasi perkakas cukurnya, dan berangkat ke istana dengan langkah gontai. Alangkah terkejutnya Sanwe sebelum sampai di gerbang kerajaan, ia melihat seseorang yang sangat mirip dengannya telah lebih dulu memasuki gerbang kerajaan. Dengan serta merta ia kembali ke rumah.
Tanpa sepengetahuan Sanwe, sesungguhnya orang yang mirip dengan dia adalah Liu Syang Si sendiri yang menyamar sebagai Sanwe. Para pengawal pun tentu tidak bisa membedakannya. Mereka segera menggiring Liu Syang Si ke hadapan Sang Kaisar.
"Semua tukang cukur yang kupanggil kemari selalu gemetar. Mengapa engkau tetap tenang dan sama sekali tidak memperlihatkan ketakutanmu, hai tukang cukur?" tanya Sang Kaisar.
"Hamba tidak perlu takut. Karena hamba bukan saja tukang cukur yang paling piawai di seluruh kekaisaran ini, tetapi hamba juga seorang tabib yang sanggup menyembuhkan penyakit koreng Kaisar", jawab Sanwe palsu.
"Alangkah baiknya jika engkau jaga mulutmu!" kata Kaisar dengan agak mengancam". Kalau sampai kamu menyentuh penyakit korengku, bersiap-siaplah untuk segera menyongsong tibanya ajalmu karena para algojoku tidak pernah gagal memancung kepala orang!"
Liu Syang Si menghaturkan sembah. Lalu, mulailah ia mencukur Sang Kaisar. Ajaib…. Benar-benar ajaib! Karena setiap guntingannya menyentuh koreng Sang Kaisar, penyakit tersebut langsung sembuh dengan sendirinya. Melihat dan merasakan hal tersebut, bukan main senang hati Kaisar. Sebagai tanda terima kasihnya, Kaisar menawarkan emas berbungkal-bungkal
kepada Liu Syang Si. "Dengan segala sembah sujud, hamba harus mengatakan bahwa hamba
sama sekali tidak tertarik kepada emas, apalagi untuk memilikinya," kata Sanwe palsu.
"Jadi, apa maumu sebenarnya?" tanya Kaisar dengan heran dan sedikit tersinggung.
"Kalau Kaisar berkenan, hamba hanya meminta selembar bendera merah kekaisaran, tak lebih dan tak kurang," Jawab Liu Syang Si dengan terus menundukkan kepala.
Akhirnya, permohonannya dikabulkan. Liu Syang Si segera menerima dan membawanya pulang ke rumah Sanwe yang asli dengan berkata, "Kau tidak perlu takut lagi sekarang. Kibarkan saja selalu bendera merah kekaisaran ini dikedai cukurmu sehingga semua orang akan mengetahui
bahwa hanya kamulah yang telah berhasil mencukur sekaligus menyembuhkan penyakit koreng Kaisar." Setelah berkata demikian, secepat kilat Dewa Liu Syang Si menghilang tanpa bekas. Itulah sebabnya, sampai sekarang, di negeri China semua tukang kedai cukur selalu memasang bendera merah untuk menandai bahwa dia adalah seorang tukang cukur yang piawai
No comments:
Post a Comment