a. Landasan Filosofis
Setiap penyusunan peraturan perundangundangan harus memperhatikan cita-cita moral dan
cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila. Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan fi losofi s Pancasila, yakni :
1). Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
2). Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan
sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3). Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional seperi yang terdapat di
dalam sila Persatuan Indonesia,
4). Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
5). Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang tercantum dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Landasan Sosiologis
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
c. Landasan Yuridis
Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundangundangan memuat keharusan:
1). adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang- undangan,
2). adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
3). mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu,
4). tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya,
Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan
Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah :
a. Dasar yuridis (hukum) sebelumnya. Penyusunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang jelas, peraturan perundangundangan
yang disusun tersebut dapat batal demi hukum. Adapun yang dijadikan landasan yuridis
adalah selalu peraturan perundang-undangan, sedangkan hukum lain hanya dapat dijadikan bahan
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut.
b. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.
Tidak semua peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan yuridis. Peraturan perundangundangan yang dapat dijadikan dasar yuridis adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait langsung dengan peraturan perundangundangan yang akan dibuat.
c. Peraturan perundang-undangan hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundangundangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.
d. Peraturan Perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
Dengan dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan baru, maka apabila telah ada
peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat yang telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku. Prinsip ini dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex priori.
e. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan batal demi hukum. Contoh suatu keputusan menteri
tidak dibenarkan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tidak boleh
bertentangan dengan Undang-undang, dan undangundang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
f. Peraturan Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum. Apabila terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, maka yang dimenangkan adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus (prinsip lex specialist lex ge-neralist). Misalnya bila ada masalah korupsi dan terjadi pertentangan antara undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi dengan KUHP, maka yang berlaku adalah UU no. 20 tahun 2001.
g. Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda Setiap UU yang dikeluarkan pemerintah hanya mengatur satu obyek tertentu saja. Contoh undangundang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004 mengatur masalah Kehakiman, UU nomor 5 tahun 2004 mengatur Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2003. Jadi sekalipun ketiga lembaga tersebut sama-sama bergerak di bidang hukum namun materinya berbeda, sehingga diatur oleh undang-undang yang berbeda.
No comments:
Post a Comment