Kalibrasi di industri dilakukan untuk menjamin ketertelusuran peralatan ukur yang digunakan dalam pengukuran dan pengujian suatu produk industri. Atau menjamin suatu hasil pengukuran, karenanya alat ukur dan bahan ukur yang digunakan dalam proses pengukuran harus dikalibrasi.
Kalibrasi alat ukur merupakan kegiatan untuk mengetahui kebenaran konvensional nilai penunjukkan suatu alat ukur. Kalibrasi alat ukur dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang diperiksa terhadap standar ukur yang relevan dan diketahui lebih tinggi nilai ukurnya. Tiga alasan penting, mengapa alat ukur perlu dikalibrasi
1) Memastikan bahwa penunjukan alat tersebut sesuai dengan hasil pengukuran lain
2) Menentukan akurasi penunjukan alat.
3) Mengetahui keandalan alat,yaitu alat ukur dapat dipercaya.
Alat kalibrasi yang digunakan harus memiliki karakteristik yang menjamin hasil pengujian, diantaranya:
a. Handal
Alat uji harus dapat dioperasikan dalam waktu yang cukup lama secara terus menerus tanpa mengalami gangguan dan penurunan kemampuan. Apabila peralatan uji dikendalikan dengan menggunakan sistem kontrol, maka alat uji tersebut harus mempunyai karakteristik yang baik walaupun dioperasikan dalam waktu yang cukup lama.
b. Presisi
Penujukkan alat uji harus tepat dan mempunyai kesalahan pembacaan yang relatif kecil. Kepresisian peralatan uji mutlak diperlukan untuk pengukuran point to point (melakukan peralatan pada titik-titik ukur tertentu) maupun untuk pengukuran terkontrol dan siklus tertentu dengan slope yang dipersyaratkan (melakukan pengukuran secara kontinyu yang biasanya berupa grafik dengan karakteristik tertentu). Pembenaran penunjukkan hasil ukur alat uji dapat diketahui dengan melihat hasil kalibrasi alat uji tersebut.
Besarnya kesalahan hasil ukur alat uji akan menentukan klasifikasi dari alat uji.
c. Akurasi(accuracy)
Untuk memberikan gambaran mengenai kata ketepatan ini dapatdiambil contoh yang sangat sederhana berikut ini. Misalnya, seseorang menembak satu sasaran seratus kali dengan pistol dan cara menembak yang identik, ternyata dari seratus kali tembakan tersebut sembilan puluh lima kali diantaranya mengenai sasaran. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki ketepatan yang tinggi dalam menembak. Demikian pula halnya dengan proses pengukuran. Apabila seseorang melakukan pengukuran terhadap suatu obyek dengan cara berulang- ulang dan diperoleh hasil yang hampir sama dari masing-masing pengukuran bila dibandingkan harga rata-rata pengukuran yang berulang-ulang tersebut, maka dikatakan proses pengukuran itu mempunyai ketepatan yang tinggi.
Dasar untuk menentukan apakah ketepatan proses pengukuran itu tinggi atau rendah adalah besarnya kesalahan yang timbul yang dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah “kesalahan rambang”. Jadi, dapat diulangi lagi disini bahwa suatu proses pengukuran dikatakan mempunyai ketepatan yang tinggi apabila pengukuran itu dilakukan secara berulang-ulang dan sama dimana hasil dari masing-masing pengukuran tadi mendekati sama dengan harga rata-rata dari keseluruhan hasil pengukuran tersebut.
d. Ketelitian (precision).
Ukuran kemampuan alat ukur untuk memperoleh hasil pengukuran serupa yang dilakukan berulang. Kata teliti dalam dunia keteknikan mempunyai dua arti. Pertama, teliti yang dikaitkan dengan apakah hasil suatu pengukuran persis atau mendekati sama dengan ukuran yang sudah ditentukan. Misalnya, pada tangkai bor biasanya dicantumkan ukuran diameter bor tersebut. Lalu kita ingin mengecek ukuran tersebut dengan menggunakan mikrometer. Setelah diukur ternyata diperoleh hasil yang sama persis dengan ukuran yang ada pada tangkai bor tersebut. Keadaan seperti ini dinamakan dengan istilah teliti. Kedua, teliti yang dikaitkan dengan proses pengukuran itu sendiri. Misalnya, seseorang mencoba mengecek ukuran diameter bor yang besarnya tertera pada tangkai bor tersebut. Alat yang yang digunakan adalah mistar baja. Setelah diletakkannya pada ujung tangkai bor tersebut kemudian dibaca skalanya, ternyata hasil pembacaan menunjukan bahwa diameter bor tersebut lebih besar tiga skala dari pada mistar baja.
Lalu orang yang mengukur tadi berkesimpulan bahwa ukuran yang tercantum pada tangkai bor tersebut adalah salah. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa proses pengukuran tersebut tidak teliti dikarenakan penggunaan alat ukur yang kurang tepat dan mungkin masih di tambah lagi dengan prosedur pengukuran yang tidak tepat pula. Jadi, dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa kata teliti selalu dikaitkan dengan hasil pengukuran yang mengacu pada ukuran benda yang diukur. Makin dekat atau kalau mungkin persis sama antara hasil pengukuran dengan harga dari benda yang diukur, maka hal ini dikatakan semakin teliti atau dengan kata lain ketelitiannya tinggi. Perbedaan antara hasil pengukuran dengan ukuran dari benda ukur biasanya disebut dengan istilah kesalahan sistematis (systematicerror). Semakin kecil kesalahan sistematis ini maka proses pengukuran yang dilakukan seseorang semakin teliti.
e. Resolusi.
Perubahan terkecil hasil ukur yang dapat diberikan sebagai respon suatu instrumen atau alat ukur
f. Sensitifitas.
Perbandingan antara respon alat ukur dengan perubahan masukan dari variable yang diukur
No comments:
Post a Comment