Budaya politik parokial biasanya terdapat pada sistem politik tradisional dan sederhana dengan ciri
khas spesialisasi masih sangat kecil. Dengan demikian, pelaku-pelaku politik belum memiliki
pengkhususan tugas. Masyarakat dengan budaya parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem
politik termasuk melakukan perubahan-perubahan.
Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat melekat pada masyarakat tradisional
atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsur-unsur adat lebih banyak dipegang teguh
daripada persoalan pembagian peran politik. Pemimpin adat atau kepala suku yang nota bene
adalah pemimpin politik, dapat berfungsi pula sebagai pemimpin agama atau pemimpin sosial masyarakat bagi kepentingankepentingan ekonomi.
Budaya politik kaula
Budaya politik kaula/subjek memiliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya. Namun, perhatian dan intensitas orientasi mereka terhadap aspek masukan dan partisipasinya
dalam aspek keluaran sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa telah adanya otoritas dari
pemerintah. Posisi kaula/subjek tidak ikut menentukan apa-apa terhadap perubahan politik. Masyarakat beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah sistem.
Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat. Bahkan, rakyat memiliki keyakinan bahwa apa pun keputusan/ kebijakan pejabat adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau dikoreksi, apalagi ditentang. Prinsip yang dipegang adalah mematuhi perintah, menerima, loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa. Latar belakang yang menyebabkan timbulnya sikap-sikap seperti ini adalah sebagai akibat dari proses kediktatoran/kolonialisme yang berkepanjangan.
Budaya politik partisipan
Biasanya, masyarakat yang memiliki budaya politik partisipan telah sadar bahwa betapapun kecilnya mereka dalam sistem politik, mereka tetap memiliki arti bagi berlangsungnya sistem itu. Dalam budaya politik partisipan, masyarakat tidak begitu saja menerima keputusan politik, karena
dirinya merasa sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik telah memiliki hak dan tanggung jawab. Partisipasi masyarakat diarahkan kepada peranan pribadi sebagai aktivis masyarakat, meskipun sebenarnya dimungkinkan bagi mereka untuk menerima atau menolaknya. Sementara itu, Masoed dan MacAndrews (1986: 42) menyatakan bahwa ada tiga model budaya politik berdasarkan proporsi ketiga tipe budaya politik yang telah disebutkan di atas. Ketiga model budaya politik tersebut sebagai berikut
a. Sistem demokratis industrial
Dalam sistem ini jumlah partisipan mencapai 40-60% dari penduduk dewasa. Mereka terdiri atas para aktivis politik dan para peminat politik yang kritis mendiskusikan masalahmasalah kemasyarakatan dan pemerintahan. Selain itu, mereka adalah kelompok-kelompok pendesak yang mengusulkan
kebijakan-kebijakan baru untuk melindungi kepentingan khusus mereka. Sementara itu, jumlah
yang berbudaya politik subjek kurang lebih 30%, sedangkan parokial kirakira 10%.
b. Sistem politik otoriter
Dalam sistem ini sebagian besar rakyat hanya menjadi subjek yang pasif. Mereka mengakui
pemerintah dan tunduk pada hukumnya, tetapi tidak melibatkan diri dalam urusan pemerintahan.
Sebagian kecil rakyat lainnya berbudaya politik partisipan dan parokial. Kelompok partisipan
berasal dari mahasiswa dan kaum intelektual, pengusaha, dan tuan tanah. Mereka menentang dan
bahkan memprotes sistem politik yang ada. Sementara, kaum parokial yang sedikit sekali kontaknya terhadap sistem politik terdiri dari para petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja di perkebunan-perkebunan.
c. Sistem demokratis pra-industrial
Dalam sistem ini, sebagian besar warga negaranya menganut budaya politik parokial. Mereka
hidup di pedesaan dan buta huruf. Pengetahuan dan keterlibatan mereka dalam kehidupan politik
sangat kecil. Sementara itu, kelompok partisipan sangat sedikit jumlahnya, biasanya berasal dari
kaum terpelajar, usahawan, dan tuan tanah. Demikian pula proporsi jumlah pendukung budaya politik subjek juga relatif kecil.
No comments:
Post a Comment