1) Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR, yang dibentuk melalui pemilu
multipartai. Partai politik yang menguasai mayoritas kursi DPR
membentuk kabinet sebagai penyelenggara pemerintahan negara.
2) Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri. Kabinet dibentuk dan bertanggungjawab kepada DPR.
3) Presiden hanya berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Adapun
kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri.
4) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas.
5) Jika DPR menilai kinerja menteri/beberapa menteri/kabinet kurang atau bahkan tidak baik,
DPR dapat memberi mosi tidak percaya kepada seseorang atau beberapa menteri atau
bahkan kabinet secara keseluruhan. Jika diberi mosi tidak percaya, menteri, para menteri,
atau kabinet itu harus mengundurkan diri/membubarkan diri.
6) Jika kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet
baru.
7) Jika DPR mengajukan mosi tidak percaya lagi kepada kabinet yang baru itu, maka
DPR dibubarkan dan diadakan pemilihan umum.
Dalam praktiknya, pelaksanaan demokrasi parlementer/liberal ini menimbulkan ketidakstabilan politik karena sering berganti-gantinya kabinet/ dewan menteri. Oleh sebab itu timbul beberapa dampak negatif selama Indonesia menggunakan demokrasi parlementer, yaitu di antaranya sebagai berikut.
1) Usia (masa kerja) rata-rata kabinet yang pendek menyebabkan banyak kebijakan
pemerintahan jangka panjang tidak dapat terlaksana. Pada masa itu telah terjadi tujuh
kali pembentukan kabinet baru. Jadi, usia kerja rata-rata tiap kabinet pada waktu itu kurang
lebih hanya satu tahun.
2) Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata setelah terjadinya peristiwa
17 Oktober 1952. Anggota ABRI mulai terbelah dua, di satu sisi memihak Wilopo, di sisi lain
ada yang memihak Presiden Soekarno. Hal inilah yang mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa.
3) Terjadi perdebatan terbuka antara Isa Anshary (tokoh Masyumi) dengan Presiden
Soekarno mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih Islami,
sehingga mengganggu konsensus tentang tujuan-tujuan negara. Setelah kejadian tersebut
timbul kesan bahwa terjadi ketegangan antara umat Islam dengan penguasa.
4) Kebijakan beberapa menteri yang lebih mementingkan partai/golongannya sendiri
sering menimbulkan kerugian perekonomian secara nasional. Selain itu, jabatan
pemerintahan telah menjadi ajang rebutan pengaruh bagi partai-partai yang berkuasa.
Oleh karenanya, pada masa tersebut pergantian pejabat pemerintahan sering terjadi
bukan dikarenakan atas dasar prestasi kerja atau kebutuhan, melainkan atas dasar
pertimbangan memenuhi kepentingan partai politik yang sedang berkuasa.
5) Beberapa kelompok melakukan pemberontakan terhadap negara, misalnya, PRRI dan
Permesta, sehingga menimbulkan masalah baru bagi pemerintahan.
Namun demikian, masa demokrasi parlementer yang dianut bangsa Indonesia pada waktu itu tidak hanya memiliki dampak negatif semata. Menurut Herbert Feith, pada masa itu juga memiliki dampak positif, baik dari segi cita-cita negara hukum, negara demokrasi, maupun negara republik yang bertujuan menyejahterakan rakyat. Hal-hal positif yang diungkapkan oleh Feith antara lain sebagai berikut.
1) Badan-badan pengadilan memiliki kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk
dalam menangani kasus-kasus yang menyangkut para menteri, petinggi militer, maupun
pemimpin partai.
2) Pemerintah dianggap berhasil dalam melaksanakan program di bidang pendidikan,
peningkatan produksi, ekspor, ataupun dalam hal mengendalikan inflasi.
3) Pemerintah dan rakyat Indonesia pada waktu itu mendapat apresiasi yang baik dari
dunia internasional karena berpartisipasi dalam memimpin gerakan Non-Blok. Hal ini
ditunjukkan oleh bangsa Indonesia saat menggelar Konferensi Asia-Afrika (KAA)
di Bandung pada bulan April 1955.
4) Banyak permasalahan dapat diselesaikan dengan baik oleh DPR dan pemerintah.
5) Peningkatan status sosial di kalangan masyarakat karena pesatnya jumlah pertumbuhan
sekolah-sekolah.
6) Antarumat beragama jarang terjadi gesekan atau ketegangan.
7) Kaum Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
8) Pers mendapatkan kebebasan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.
No comments:
Post a Comment