Tarian jenis ini merupakan tarian suci dan keramat (sakral). Salah satu contoh tari upacara ritual yang bersifat sakral adalah Tari Ngalage. Seperti pada upacara perayaan panen padi di Jawa barat, Tari Ngalage merupakan tarian sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Dewi Padi Pohaci Sang Hyang Sri. Dalam upacara tersebut, setumpuk padi diarak ke balai desa. Iring- iringan tadi didahului penari pembawa umbulumbul warna-warni. Iringan yang terdepan adalah umbulumbul terutama menggunakan warna merah putih sebagai lambang dua sisi sifat yang berlawanan, yaitu baik buruk, susah senang, dan dunia akhirat. Iring-iringan tersebut terdiri atas para pemikul padi dari bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga akan menimbulkan suara yang makin lama makin ramai dan membuat semangat iring-iringan karena umumnya jarak ke balai desa lumayan jauh.
Di belakang barisan pemikul padi tersebut, ada lagi rombongan yang membawa alat-alat pertanian dan pembawa angklung serta alat tabuh dog-dog lojor. Kemudian, angklung serta dogdog lojor itu dibunyikan pada tempat-tempat tertentu di sepanjang perjalanan mereka. Setelah tiba di balai desa, barulah mereka mempertunjukkan kemahiran menari sambil memainkan empat buah dogdog dan sembilan buah angklung.
Tari Rokatenda dari Flores juga menunjukkan ekspresi ungkapan rasa syukur karena hasil panen yang melimpah ruah. Tari ini dibawakan oleh penari muda-mudi daerah Ende, Flores, dan Nusa Tenggara Timur. Tari Mon dari Irian Jaya juga merupakan tari upacara ritual yang bersifat sakral. Tarian tersebut dibawakan oleh penari wanita yang duduk melingkari pohon tempat arwah. Mereka dilingkari oleh para penari pria dengan posisi berdiri. Tarian ini merupakan tarian pemujaan terhadap arwah nenek moyang.
Tari Upacara Ritual yang Bersifat Magis
Tarian ini berhubungan dengan hal-hal gaib (magis). Salah satu contoh tarian upacara yang bersifat magis adalah Tari Sang Hyang Jaran dari Bali. Tarian ini sebagai ungkapan permohonan keselamatan, yang mengandung unsur magis dengan menginjak-injak bara api, membawa simbol kuda dibuat dari jerami, dan penari bergerak kerawuhan/trance. Dipercaya kekuatan magis menjadi faktor penguat hubungan komunikasi dengan sang Dewa. Tari Sang Hyang adalah tari upacara keagamaan sebagai cara manusia membentengi dirinya dan menolak bahaya dari alam atau faktor lain. Pembawaan penari tidak sadarkan diri memang menjadi dominan dalam tari sejenis. Dalam keadaan trance, penari mempunyai kekuatan dan kemahiran di luar kemampuan manusia pada umumnya. Kesempatan inilah yang digunakan untuk meminta sesuatu kepada Sang Hyang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat Bali.
Contoh tarian lainnya yaitu Tari Warung Kelumbut dari Sumba Timur. Tari ini merupakan perwujudan kepercayaan kepada binatang totem oleh masyarakat setempat. Masyarakat Kecamatan Merabu menarikan tarian ritual magis ini dengan meniru binatang totemnya. Masyarakat percaya bahwa manusia dan binatang dapat hidup berdampingan sehingga ada persatuan yang bersifat mistis yang dapat menjaga satu sama lain, tidak saling merusak dan mengganggu. Jika terjadi persatuan mistis, manusia akan kerasukan atau tak sadar diri. Tari Sintren merupakan tarian bersifat magis yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Tari ini menampilkan seorang penari yang sekujur tubuhnya diikat tali, kemudian ditutup kurungan ayam yang ditutupi kain. Hanya dalam beberapa saat ketika kurungan ayam dibuka, penari tadi dapat melepaskan diri dari ikatan. Kemudian, ia menari dalam keadaan tidak sadarkan diri. Selama tarian berlangsung, penari akan terkulai lemas apabila penonton melempari uang logam ke arahnya. Tarian lain ini bersifat magis, tetapi bukan merupakan tarian upacara keagamaan. Tarian yang bersifat magis lain, misalnya Tari Kuda Kepang dan Tari Piring. Pada bagian tertentu dalam Tari Piring, penari menginjak piring menjadi pecahan kecila
No comments:
Post a Comment