Dari Indonesia
1) Raden Saleh
Raden Saleh memiliki nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman lahir pada tahun 1807, dan meninggal pada tanggal 23 April 1880 di Bogor. Raden Saleh adalah pelukis Indonesia pertama yang mendapat kesempatan belajar melukis di Eropa. Di BelAnda ia belajar gaya melukis dari para Maestro di negeri itu. Kemudia ia juga belajar ke Jerman, Perancis, Austria, dan Italia, sebelum akhirnya kembali ke Jawa pada pertengahan abad ke 19. Gaya lukisannya merupakan Romantisme Eropa dengan unsur-unsur etnik yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis.
Bakat melukis Raden Saleh sudah tampak sejak dia masih kecil. Waktu itu dia tinggal di daerah Terbaya, Jawa Tengah dekat Semarang. Pada usia 10 tahun, Raden Saleh kecil diserahkan pamannya, Bupati Semarang, pada seorang atasan Belanda di Batavia. Bakat melukisnya semakin berkembang setelah memasuki bangku sekolah di Sekolah Rakyat (Volks- School). Seorang pelukis kebangsaan Belanda dan seorang mantan mahaguru Akademi Seni rupa di Doornik, Belanda, yang bernama Payen tertarik pada kemampuan melukis Raden Saleh dan menawarkan untuk memberikan bimbingan melukis pada Raden Saleh. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Raden Saleh. Lukisan pemandangan dan wajah serta figur manusia pribumi yang dibuat Raden Saleh telah memikatpelukis Belanda ini, kemudian Payen mengusulkan kepada pemerintah Kolonial Belanda saat itu agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Gubernur Jenderal Van Der Capellen yang memerintah waktu itu menyambut dengan baik usulan tersebut, setelah ia melihat beberapa karya lukisan Raden Saleh yang memang luar biasa.
Pada tahun 1829, Raden Saleh berangkat ke Belanda untuk belajar melukis. Dari waktu ke waktu Raden Saleh menunjukkan perkembangan melukis, dalam hal ketekunan, kecakapan serta semangat untuk dapat menjadi seorang pelukis besar. Beberapa karya lukisan karya Raden Saleh diantaranya adalah lukisan dengan judul : Seorang tua dan Bola Dunia dibuat pada tahun 1835, Berburu Banteng diselesaikan pada tahun1851, Bupati Majalengka pada tahun 1852, Penangkapan Pangeran Diponegoro dibuat pada tahun 1857, Harimau Minum diselesaikan pada tahun 1863 dan Perkelahian dengan Singa yang dibuat pada tahun 1870. Salah satu lukisan Masterpiece Raden Saleh berjudul Berburu Banteng dianggap sebagai salah satu lukisan legendaris hasil karya Raden Saleh Syarif Bustaman.
2) Ipe Ma’ruf
Nama lengkap Ipe Ma’aroef adalah Ismet Pasha Ma’aroef lahir di Banda Olo, Padang, Sumatera Barat pada tanggal 11 November 1938. Ipe Ma’aroef adalah seorang perupa Indonesia yang berprofesi sebagai pelukis. Pada awal kariernya, Ipe lebih banyak membuat karya-karya sketsa dengan memakai alat-alat gambar sederhana yang terdiri dari pena dan tinta, dan kegiatan membuat karya sketsa terus ditekuni di samping membuat lukisan dan ilustrasi untuk beberapa majalah.
1) Raden Saleh
Raden Saleh memiliki nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman lahir pada tahun 1807, dan meninggal pada tanggal 23 April 1880 di Bogor. Raden Saleh adalah pelukis Indonesia pertama yang mendapat kesempatan belajar melukis di Eropa. Di BelAnda ia belajar gaya melukis dari para Maestro di negeri itu. Kemudia ia juga belajar ke Jerman, Perancis, Austria, dan Italia, sebelum akhirnya kembali ke Jawa pada pertengahan abad ke 19. Gaya lukisannya merupakan Romantisme Eropa dengan unsur-unsur etnik yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis.
Bakat melukis Raden Saleh sudah tampak sejak dia masih kecil. Waktu itu dia tinggal di daerah Terbaya, Jawa Tengah dekat Semarang. Pada usia 10 tahun, Raden Saleh kecil diserahkan pamannya, Bupati Semarang, pada seorang atasan Belanda di Batavia. Bakat melukisnya semakin berkembang setelah memasuki bangku sekolah di Sekolah Rakyat (Volks- School). Seorang pelukis kebangsaan Belanda dan seorang mantan mahaguru Akademi Seni rupa di Doornik, Belanda, yang bernama Payen tertarik pada kemampuan melukis Raden Saleh dan menawarkan untuk memberikan bimbingan melukis pada Raden Saleh. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Raden Saleh. Lukisan pemandangan dan wajah serta figur manusia pribumi yang dibuat Raden Saleh telah memikatpelukis Belanda ini, kemudian Payen mengusulkan kepada pemerintah Kolonial Belanda saat itu agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Gubernur Jenderal Van Der Capellen yang memerintah waktu itu menyambut dengan baik usulan tersebut, setelah ia melihat beberapa karya lukisan Raden Saleh yang memang luar biasa.
Pada tahun 1829, Raden Saleh berangkat ke Belanda untuk belajar melukis. Dari waktu ke waktu Raden Saleh menunjukkan perkembangan melukis, dalam hal ketekunan, kecakapan serta semangat untuk dapat menjadi seorang pelukis besar. Beberapa karya lukisan karya Raden Saleh diantaranya adalah lukisan dengan judul : Seorang tua dan Bola Dunia dibuat pada tahun 1835, Berburu Banteng diselesaikan pada tahun1851, Bupati Majalengka pada tahun 1852, Penangkapan Pangeran Diponegoro dibuat pada tahun 1857, Harimau Minum diselesaikan pada tahun 1863 dan Perkelahian dengan Singa yang dibuat pada tahun 1870. Salah satu lukisan Masterpiece Raden Saleh berjudul Berburu Banteng dianggap sebagai salah satu lukisan legendaris hasil karya Raden Saleh Syarif Bustaman.
2) Ipe Ma’ruf
Nama lengkap Ipe Ma’aroef adalah Ismet Pasha Ma’aroef lahir di Banda Olo, Padang, Sumatera Barat pada tanggal 11 November 1938. Ipe Ma’aroef adalah seorang perupa Indonesia yang berprofesi sebagai pelukis. Pada awal kariernya, Ipe lebih banyak membuat karya-karya sketsa dengan memakai alat-alat gambar sederhana yang terdiri dari pena dan tinta, dan kegiatan membuat karya sketsa terus ditekuni di samping membuat lukisan dan ilustrasi untuk beberapa majalah.
Karena kepiawaiannya dan konsistensinya dalam berolah sketsa maka dia dijuluki sebagai raja sketsa. Ia dianggap pelukis angkatan 60-an, karena keseriusannya dalam melukis baru dimulai pada tahun 1960. Ipe menamatkan sekolah menengah pertama pada tahun 1956. Ia kemudian belajar melukis secara otodidak, dan selanjutnya bergabung dengan Seniman Indonesia Muda yang memberikan kursus melukis di bawah pimpinan Sudjojono. Atas anjuran Affandi, ia belajar di ASRI Yogyakarta. Karena kesulitan biaya untuk belajar, Ipe berpetualang ke Bali dan mencoba hidup mandiri sambil memperdalam seni lukis dengan banyak berpraktek. Sambil bekerja sebagai disainer keramik, Ipe juga sempat kuliah di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung
Ipe telah mengadakan berbagai pameran lukisan, di antaranya bersama karya-karya Soemartono di Balai Budaya Jakarta padatanggal 28 Mei sampai 2 Juni 1980, pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki Jakarta (2006), serta pameran bersama di TIM Jakarta dan di Surabaya. Ia juga pernah berkarier sebagai ilustrator freelance di beberapa majalah, seperti Kawanku, Femina, Gadis, serta Pustaka Jaya. Kemudian ia menjadi ilustrator majalah Si Kuncung pada tahun 1961, sebelum pindah ke biro iklan Intervista sebagai disainer. Ia pindah ke Taman Ismail Marzuki dan berkarya sebagai pembuat poster. Ipe dikenal sebagai pembuat sketsa yang cekatan karenakemahirannya dalam menangkap bentuk dan suasana yang di dapatkan karena kebiasaannya membuat sketsa di mana saja ia berada: di pasar, di jalan, di atas kereta dan di berbagai kesempatan lainnya yang ia dapatkan. Karyakarya Ipe sekarang dianggap sangat berharga sebagai bahan dokumentasi sejarah.
3) Henk Ngantung
Henk Ngantung memiliki nama lengkap Hendrik Hermanus Joel Ngantung lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada tanggal 1 Maret 1921 dan meninggal di Jakarta, pada tanggal 12 Desember 1991 dengan usia 70 tahun. Henk Ngatung pernah menjadi Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Pengangkatan Henk Ngantung sebagai Gubernur oleh Presiden Soekarno banyak menuai protes. Soekarno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya, karena Henk Ngantung dinilai memiliki bakat seni dan tepat menduduki jabatan tersebut.
Karya-karya sketsa Henk Ngantung banyak yang memiliki nilai sejarah, salah satu diantaranya adalah sketsa untuk Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita di bundaran Hotel Indonesian yang sedang melambaikan tangan. Walau pun ide awal pembuatan patung berasal dari Presiden Soekarno, namun sketsa dan desain awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung dan pelaksanaannya dikerjakan oleh pematung Edi Sunarso dari Yogyakarta. Tema sketsa-sketsa karya Henk Ngantung sangat bervariasi, antara lain tema perjuangan, wanita membatik, petani dan sebagai. Dia juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad. Ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain Ibu dan Anak, yang merupakan hasil karya terakhirnya.
4) S. Sudjojono
S. Sudjojono memiliki nama lengkap Sindudarsono Sudjojono, lahir pada tahun 1913 dan meninggal pada tahun 1986. Sudjojono adalah seorang pelukis yang hidup pada jaman “Pergerakan Melawan Penjajahan Belanda”. Selain sebagai pelukis, ia juga berprofesi sebagai kritikus seni lukis yang sangat disegani. S. Sudjojono aktif menyuarakan semangat seni lukis Indonesia Baru melalui tulisan-tulisannya yang dimuat di majalah dan surat kabar. Seni lukis sebagai salah satu unsur kebudayaan suatubangsa seharusnya mengungkapkan corak yang cocok dengan watak bangsa. Meskipun demikian, lukisan-lukisan Indonesia pada saat itu belum juga mempunyai corak Indonesia. Hal itu karena kultur yang ada masih hilir-mudik. Di satu pihak masih bersifat kejawaan, kekunoan, dan di lain pihak bersifat jawa dan bahkan kebarat-baratan. Lewat tulisannya, Sudjojono menganjurkan kepada para pelukisuntuk mempelajari kehidupan rakyat jelata di kampungkampung dan di desa-desa. Sebagai seorang kritikus seni.
Ipe telah mengadakan berbagai pameran lukisan, di antaranya bersama karya-karya Soemartono di Balai Budaya Jakarta padatanggal 28 Mei sampai 2 Juni 1980, pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki Jakarta (2006), serta pameran bersama di TIM Jakarta dan di Surabaya. Ia juga pernah berkarier sebagai ilustrator freelance di beberapa majalah, seperti Kawanku, Femina, Gadis, serta Pustaka Jaya. Kemudian ia menjadi ilustrator majalah Si Kuncung pada tahun 1961, sebelum pindah ke biro iklan Intervista sebagai disainer. Ia pindah ke Taman Ismail Marzuki dan berkarya sebagai pembuat poster. Ipe dikenal sebagai pembuat sketsa yang cekatan karenakemahirannya dalam menangkap bentuk dan suasana yang di dapatkan karena kebiasaannya membuat sketsa di mana saja ia berada: di pasar, di jalan, di atas kereta dan di berbagai kesempatan lainnya yang ia dapatkan. Karyakarya Ipe sekarang dianggap sangat berharga sebagai bahan dokumentasi sejarah.
3) Henk Ngantung
Henk Ngantung memiliki nama lengkap Hendrik Hermanus Joel Ngantung lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada tanggal 1 Maret 1921 dan meninggal di Jakarta, pada tanggal 12 Desember 1991 dengan usia 70 tahun. Henk Ngatung pernah menjadi Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Pengangkatan Henk Ngantung sebagai Gubernur oleh Presiden Soekarno banyak menuai protes. Soekarno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya, karena Henk Ngantung dinilai memiliki bakat seni dan tepat menduduki jabatan tersebut.
Karya-karya sketsa Henk Ngantung banyak yang memiliki nilai sejarah, salah satu diantaranya adalah sketsa untuk Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita di bundaran Hotel Indonesian yang sedang melambaikan tangan. Walau pun ide awal pembuatan patung berasal dari Presiden Soekarno, namun sketsa dan desain awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung dan pelaksanaannya dikerjakan oleh pematung Edi Sunarso dari Yogyakarta. Tema sketsa-sketsa karya Henk Ngantung sangat bervariasi, antara lain tema perjuangan, wanita membatik, petani dan sebagai. Dia juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad. Ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain Ibu dan Anak, yang merupakan hasil karya terakhirnya.
4) S. Sudjojono
S. Sudjojono memiliki nama lengkap Sindudarsono Sudjojono, lahir pada tahun 1913 dan meninggal pada tahun 1986. Sudjojono adalah seorang pelukis yang hidup pada jaman “Pergerakan Melawan Penjajahan Belanda”. Selain sebagai pelukis, ia juga berprofesi sebagai kritikus seni lukis yang sangat disegani. S. Sudjojono aktif menyuarakan semangat seni lukis Indonesia Baru melalui tulisan-tulisannya yang dimuat di majalah dan surat kabar. Seni lukis sebagai salah satu unsur kebudayaan suatubangsa seharusnya mengungkapkan corak yang cocok dengan watak bangsa. Meskipun demikian, lukisan-lukisan Indonesia pada saat itu belum juga mempunyai corak Indonesia. Hal itu karena kultur yang ada masih hilir-mudik. Di satu pihak masih bersifat kejawaan, kekunoan, dan di lain pihak bersifat jawa dan bahkan kebarat-baratan. Lewat tulisannya, Sudjojono menganjurkan kepada para pelukisuntuk mempelajari kehidupan rakyat jelata di kampungkampung dan di desa-desa. Sebagai seorang kritikus seni.
Sudjojono memiliki wawasan, sudut dan cara pandang yang jarang dimiliki oleh seniman pada waktu itu, kritikankritikannya tajam dan mendalam. S. Soedjojono di kalangan seniman sering dipanggil dengan nama Pak Djon. S. Soedjojono memiliki pengikut dan murid cukup banyak, sehingga para seniman memberi gelar kehormatan sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia Baru, karena pengabdian beliau di bidang seni, terutama seni lukis. S. Sudjojono adalah tokoh sentral pendiri Persagi (Persatuan AhliGambar). Yang didirikan pada tanggal 23 Oktober 1938.
5) Affandi
Nama lengkap Affandi adalah Affandi Koesoema, dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula Ciledug, Cirebon. Mengenyam pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamatdari AMS, pendidikan yang jarang diperoleh oleh pribumi saat itu. Affandi dikenal sebagai seorang Maestro Seni Lukis Indonesia dan merupakan salah satu pelukisIndonesia yang dikenal di dunia internasional, dengan gayaekspresionisnya yang sangat khas. Pada tahun 1950-an iabanyak mengadakan pameran tunggal di luar negeri, antaralain di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Sebagai seorang pelukis yang sangat produktif karya-karyanya telah banyak dikoleksi oleh kolektor, galeri, museum dari dalam mau pun luar negeri.
5) Affandi
Nama lengkap Affandi adalah Affandi Koesoema, dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula Ciledug, Cirebon. Mengenyam pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamatdari AMS, pendidikan yang jarang diperoleh oleh pribumi saat itu. Affandi dikenal sebagai seorang Maestro Seni Lukis Indonesia dan merupakan salah satu pelukisIndonesia yang dikenal di dunia internasional, dengan gayaekspresionisnya yang sangat khas. Pada tahun 1950-an iabanyak mengadakan pameran tunggal di luar negeri, antaralain di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Sebagai seorang pelukis yang sangat produktif karya-karyanya telah banyak dikoleksi oleh kolektor, galeri, museum dari dalam mau pun luar negeri.
Di tahun 1933 pada umur 26 tahun Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi. Liku-liku kehidupan Affandi diwarnai dengan beberapa kali ganti profesi, pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.
Pada jaman penjajahan, sekitar tahun 30-an, Affandi menggabungkan diri dengan kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Affandi dengan kelompok Lima memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Sebuah kelompok yang memiliki pandangan sedikit berbeda dengan kelompok Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) padatahun 1938. Kelompok Lima Bandung merupakan kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
6) Hendra Gunawan
Hendra Gunawan selain berprofesi sebagai seorang pelukis juga berprofesi sebagai pematung. Dia dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1918 di Bandung, dan meninggal pada tanggal 17 Juli 1983. di Bali. Hendra belajar melukis pada Wahdi, seorang pelukis pemAndangan. Dari pelukis Wahdi inilah ia banyak mendapatkan keterampilan dan pengetahuan tentang melukis. Kegiatan Hendra tidak sekedar melukis, tetapi pada waktu-waktu senggang ia melibatkan diri pada kelompok sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Dari pengalaman itulah, ia mengasah kemampuan melukis.
7) Sudjana Kerton
Sudjana Kerton lahir pada tahun 1922, dan meninggal pada tahun 1994. Dia adalah pelukis asal dari Bandung. Ia dikenal sebagai Pelukis Perang di Bandung, dikala Bandung bergejolak melawan penjajah Belanda yang inginmenguasai kembali kota Bandung setelah Jepang menyerah melawan tentara Sekutu. Melalui goresan tangannya berupa sketsa, poster, dan lukisan dia ikut mengobarkan semangat perang melawan penjajah. Ketika jaman penjajahan Jepang, Sudjana Kerton aktif belajar melukis di Keimin Bunka Sidhoso Bandung, Kemudian setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya tahun 1950-an dia belajar senirupa di BelAnda atas beapeserta didik dari Stichting STICUSSA: Nederlands, Indonesia, Suriname, Antillen.
8) H. Widayat
Widayat adalah seorang pelukis dan staf pengajar Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI” (STSRI “ASRI) Yogyakarta, yang sekarang namanya berganti menjadi Institut Seni Indonesi (ISI) Yogyakarta. Setelah memasuki purna tugas sebagai dosen beliau dapat lebih intensif dan total dalam melukis. Bagi Widayat tiada hari tanpa melukis. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, Widayat tetap melukis dengan penuh semangat. Karya lukisannya tampak rijit, detil dan unik. Lukisannya dikenal dengan gaya Dekoratif Magis. Berbekal imajinasi yang kuat, Widayat melukis dengan teliti. Dalam melukis Widayat sangat memperhatikan komposisi, warna, garis, sedikit mengabaikan proporsi dan bentuk pada figurfigur objek lukisannya, karena bentuk-bentuk objek sudah dideformasi.
9) Nyoman Gunarsa
I Nyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman seni lukis yang piawai menari Bali. Kepandaiannya menari bali berpengaruh terhadap beberapa tema lukisannya yang mengangkat penari Bali. Dia adalah salah satu seniman ternama dari Bali. Sebagian besar karya-karya lukisannya didasari oleh cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma. Hal tersebut membuat gaya melukisnya berbeda dari yang lain. Karya-karyanya berdasarkan eksplorasi dari kesenian Bali, seperti tarian tradisional, musik tradisional, upacara keagaman, dan keanekaragaman lingkungan yang mempengaruhi banyak seniman yang berasal dari Bali dan Indonesia.
Karya lukisannya yang terakhir cenderung bergaya ekspresionis dengan memunculkan figur-figur penari Bali. Nuansa Balinya sangat kental pada setiap karya lukisannya. Dalam proses perjalanan melukisnya, Nyoman Gunarsa telah melewati berbagai tahapan, diawali dengan realis, abstrak, dan terakhir bergaya ekspresionis.
10) Nyoman Lempat
I Gusti Nyoman Lempad pada mulanya dikenal sebagai pematung batu Bali dan arsitek Bali. Karena keahliannya di bidang arsitek dia sering dipercaya membangun istana dan pura-pura di Ubud. Selain sebagai pematung dan ahli arsitek bangunan tradisional Bali, dia juga menekuni seni lukis. K, tema lukisannya mengangkat mitologi dari cerita rakyat Bali.
Pada jaman penjajahan, sekitar tahun 30-an, Affandi menggabungkan diri dengan kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Affandi dengan kelompok Lima memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Sebuah kelompok yang memiliki pandangan sedikit berbeda dengan kelompok Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) padatahun 1938. Kelompok Lima Bandung merupakan kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
6) Hendra Gunawan
Hendra Gunawan selain berprofesi sebagai seorang pelukis juga berprofesi sebagai pematung. Dia dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1918 di Bandung, dan meninggal pada tanggal 17 Juli 1983. di Bali. Hendra belajar melukis pada Wahdi, seorang pelukis pemAndangan. Dari pelukis Wahdi inilah ia banyak mendapatkan keterampilan dan pengetahuan tentang melukis. Kegiatan Hendra tidak sekedar melukis, tetapi pada waktu-waktu senggang ia melibatkan diri pada kelompok sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Dari pengalaman itulah, ia mengasah kemampuan melukis.
7) Sudjana Kerton
Sudjana Kerton lahir pada tahun 1922, dan meninggal pada tahun 1994. Dia adalah pelukis asal dari Bandung. Ia dikenal sebagai Pelukis Perang di Bandung, dikala Bandung bergejolak melawan penjajah Belanda yang inginmenguasai kembali kota Bandung setelah Jepang menyerah melawan tentara Sekutu. Melalui goresan tangannya berupa sketsa, poster, dan lukisan dia ikut mengobarkan semangat perang melawan penjajah. Ketika jaman penjajahan Jepang, Sudjana Kerton aktif belajar melukis di Keimin Bunka Sidhoso Bandung, Kemudian setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya tahun 1950-an dia belajar senirupa di BelAnda atas beapeserta didik dari Stichting STICUSSA: Nederlands, Indonesia, Suriname, Antillen.
8) H. Widayat
Widayat adalah seorang pelukis dan staf pengajar Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI” (STSRI “ASRI) Yogyakarta, yang sekarang namanya berganti menjadi Institut Seni Indonesi (ISI) Yogyakarta. Setelah memasuki purna tugas sebagai dosen beliau dapat lebih intensif dan total dalam melukis. Bagi Widayat tiada hari tanpa melukis. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, Widayat tetap melukis dengan penuh semangat. Karya lukisannya tampak rijit, detil dan unik. Lukisannya dikenal dengan gaya Dekoratif Magis. Berbekal imajinasi yang kuat, Widayat melukis dengan teliti. Dalam melukis Widayat sangat memperhatikan komposisi, warna, garis, sedikit mengabaikan proporsi dan bentuk pada figurfigur objek lukisannya, karena bentuk-bentuk objek sudah dideformasi.
9) Nyoman Gunarsa
I Nyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman seni lukis yang piawai menari Bali. Kepandaiannya menari bali berpengaruh terhadap beberapa tema lukisannya yang mengangkat penari Bali. Dia adalah salah satu seniman ternama dari Bali. Sebagian besar karya-karya lukisannya didasari oleh cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma. Hal tersebut membuat gaya melukisnya berbeda dari yang lain. Karya-karyanya berdasarkan eksplorasi dari kesenian Bali, seperti tarian tradisional, musik tradisional, upacara keagaman, dan keanekaragaman lingkungan yang mempengaruhi banyak seniman yang berasal dari Bali dan Indonesia.
Karya lukisannya yang terakhir cenderung bergaya ekspresionis dengan memunculkan figur-figur penari Bali. Nuansa Balinya sangat kental pada setiap karya lukisannya. Dalam proses perjalanan melukisnya, Nyoman Gunarsa telah melewati berbagai tahapan, diawali dengan realis, abstrak, dan terakhir bergaya ekspresionis.
10) Nyoman Lempat
I Gusti Nyoman Lempad pada mulanya dikenal sebagai pematung batu Bali dan arsitek Bali. Karena keahliannya di bidang arsitek dia sering dipercaya membangun istana dan pura-pura di Ubud. Selain sebagai pematung dan ahli arsitek bangunan tradisional Bali, dia juga menekuni seni lukis. K, tema lukisannya mengangkat mitologi dari cerita rakyat Bali.
No comments:
Post a Comment